Beberapa menit kemudian, setelah pertemuannya dengan Raja berakhir, John akhirnya diperbolehkan menemui Kael. Ia melangkah masuk dengan wajah yang masih menahan kegelisahan, matanya sesekali menatap Kael seakan mencari petunjuk di balik ketenangan sang Main Character.
Kael menatap John dengan tatapan tajam namun lembut. Ada sesuatu yang terasa aneh, sedikit tidak pada tempatnya. "Apa yang kalian lakukan… yang kalian sebut 'privasi' itu?" tanyanya, suaranya rendah namun jelas, seperti menimbulkan resonansi di ruang yang sunyi.
John menelan ludah, pandangan sesaat melirik ke Arizone. Si Azael itu tiba-tiba tersipu, pipinya memerah tanpa disadari. Kael menahan senyum tipis. Dengan tenang, ia mengalihkan percakapan, "Daripada itu… ceritakan padaku tentang Sekte itu."
John menunduk, mengumpulkan semua ingatannya, dan perlahan mulai bercerita. Ia menceritakan tujuan sekte itu, lambang-lambang yang mereka gunakan, pertemuan-pertemuan yang diadakan secara rahasia, hingga strategi mereka dalam menentang para Trinity. Suaranya bergetar di beberapa bagian, menyisakan sedikit ketegangan, tapi Kael tetap diam, menyimak setiap detail.
Setiap kata yang keluar dari John seakan menempelkannya pada suatu pola besar. Kael mulai menyadari bahwa dia berada di titik akhir dari cerita yang dijalaninya—seperti papan catur raksasa yang mulai memperlihatkan garis langkah terakhir.
Dan saat kesadaran itu muncul, ada sesuatu yang lain—sebuah sensasi, halus tapi nyata. Seolah ada sepasang mata yang tak terlihat, entitas yang tidak diketahui keberadaannya, menonton setiap gerakan, setiap keputusan yang ia ambil. Ruangan terasa lebih sunyi, udara sedikit lebih tebal, dan Kael bisa merasakan tekanan yang tak kasat mata menekan pundaknya. Ia menarik napas panjang, menahan perasaan yang hampir membuatnya gelisah.
"Sekarang, pergilah. Jalani kehidupanmu seperti biasa," Kael akhirnya berkata kepada John, nada suaranya lembut, tapi menyiratkan kewibawaan yang tak bisa ditolak. John menunduk, perlahan mundur, meninggalkan ruangan dengan campuran lega dan rasa takut yang masih tertinggal di dada.
Begitu John menutup pintu, Arizone menatap Kael, masih dengan pipi merah dan mata yang sedikit menunduk. "a- anu..Tentang… kejadian tadi…," katanya, suaranya bergetar, sedikit tersipu malu.
Kael mencondongkan tubuhnya, senyum tipis dan nada suaranya lembut tapi menggoda. "Tak perlu khawatir. Dia tidak tau apapun. Pergilah ke Utara, fokus pada tugasmu." Godaannya halus, tapi cukup untuk membuat Arizone menunduk lebih dalam dan tersenyum malu-malu sebelum meninggalkan ruangan.
Setelah pintu menutup, Kael berdiri sendiri. Sensasi itu kembali—mata yang tidak terlihat menonton dari bayang-bayang. Ia bisa merasakannya lebih intens dari sebelumnya, seperti setiap tindakan yang memiliki dampak besar selalu diawasi. Hatinya tetap tenang, namun rasa ingin tahu dan kewaspadaan menyatu. Ada sesuatu di luar sana, entitas yang tidak bisa ia lihat, tapi jelas hadir, menilai dan menunggu.
Kael menarik napas, menatap sekeliling ruangan kosong. "Sepertinya… dari awal, aku selalu ditonton," pikirnya, suara batin yang tenang namun tegas.
Dan di sana, di tengah kesunyian, dia menyadari satu hal: tidak ada tindakan yang benar-benar tersembunyi, tidak ada keputusan yang tanpa pengaruh—dan setiap langkahnya, meski sendiri, selalu berada di bawah pengawasan sesuatu yang lebih besar.
