Cherreads

Chapter 15 - BAB 15 - “DARAH PETARUNG ANGIN”

Angin berhenti berhembus, seolah seluruh hutan menahan napas. Teman-teman Boy terpaku, tak mampu mengalihkan pandangan dari pemimpin Naga Samudera yang kini berdiri tegap di ambang pintu kuil batu.

Tubuh pria itu berbalut pakaian compang-camping, namun aura gelap dan kekuatan mengerikan terpancar kuat darinya. Matanya yang merah menyala menatap Boy, bukan sekadar musuh… tapi sebagai seseorang yang memegang rahasia besar.

"Darah Petarung Angin…" Boy mengulang dengan suara rendah. "Apa maksudmu?"

Pemimpin Naga Samudera mengeluarkan suara tawa rendah, dingin dan menghantam telinga.

"Heh… jadi Si Tua Raga belum memberitahumu apa-apa," katanya sambil melangkah maju. "Wajar. Jika kau tahu, mungkin kau tidak akan tenang belajar di gubuk reotnya."

Sita menggertakkan gigi. "Jangan hina Master Raga sembarangan!"

Rani juga maju setengah langkah. "Apa pun maksudmu, Boy bukan urusanmu!"

Pemimpin itu hanya mengangkat tangan sedikit, dan hawa dingin menyebar.

"Diam," katanya. "Percakapan ini untuk anak itu."

Boy mengepalkan tangan. "Kalau mau bicara, bicara saja. Tapi jangan ganggu teman-temanku."

Pemimpin Naga Samudera tersenyum miring.

"Sesuai dugaanku… kau mulai berkembang."

Ia menoleh sedikit, seolah menilai Boy dari kepala hingga kaki.

"Aku bisa merasakannya. Tenaga di tubuhmu. Aliran angin yang menyatu dengan napasmu. Kau masih mentah… tapi kekuatan itu ada."

Boy menelan ludah, mencoba menenangkan degup jantungnya. "Kau mengada-ada. Aku cuma anak desa biasa."

"TIDAK." Suara pemimpin itu menggema, tegas, tajam. "Kau bukan anak biasa."

Ia mengangkat jari telunjuknya, menunjuk tepat ke arah Boy.

"Kau… adalah pewaris Langkah Angin. Keturunan terakhir dari garis Petarung Angin yang seharusnya telah punah dua belas tahun lalu."

Semua temannya terdiam.

Badu menutup mulutnya, syok.

"A-apa… Boy punya garis keturunan khusus?" tanya Badu.

Rani menatap Boy penuh kebingungan. "Tapi… bukannya Boy ditinggal orang tuanya sejak bayi?"

Pemimpin itu tersenyum lebar, menyeringai. "Ya. Dan itu terjadi karena Petarung Angin diburu. Klan kalian dihapus dari peta pertempuran dunia. Hanya ada satu yang selamat… anak kecil yang waktu itu dibawa lari oleh seorang wanita…"

Mata Boy membesar. "Nenek?!"

Pemimpin itu mengangguk pelan. "Benar. Wanita tua itu… tahu apa yang kau miliki."

Boy merasakan dadanya sesak. Seumur hidup, ia hanya tahu neneknya selalu berusaha menjaga, selalu menahan kesedihan di balik senyumnya. Tapi Boy tidak pernah tahu dari apa ia disembunyikan.

"Kenapa… kenapa semua ini terjadi?" Boy bertanya, suaranya bergetar.

"Aku cuma ingin hidup normal."

Pemimpin Naga Samudera tertawa keras. "Tidak akan pernah! Kau dilahirkan untuk menjadi lebih dari normal!"

Ia menunjuk ke tanah.

"Kau dilahirkan untuk menjadi senjata."

Semua temannya refleks berdiri membentuk lingkaran melindungi Boy.

"Sudah cukup!" Sita memukul tongkatnya ke tanah. "Jangan kira kami akan biarkan kau menyentuh Boy!"

Danu ikut maju, matanya penuh keberanian. "Boy bukan senjata. Dia teman kami."

Badu menambahkan, "Iya! Dia memang suka bikin masalah, tapi dia baik!"

Rani menggenggam tangan Boy. "Dan dia tidak sendirian."

Boy menatap semua teman-temannya, satu per satu. Dadanya terasa berat… tapi hangat.

Namun pemimpin itu tidak peduli. Dengan satu hentakan kaki, tanah bergetar keras.

DUARRR!

"PERGI!" teriaknya.

Angin hitam bergulung keluar dari tubuhnya, mengempas semua orang ke belakang. Mereka terpelanting beberapa meter, jatuh berguling di tanah.

"Rani!" teriak Boy.

"Aku… aku gak apa-apa…" Rani berdiri dengan susah payah.

"Jangan dekat-dekat!" Boy berteriak, mengangkat tangannya.

Hawa dingin dari pemimpin Naga Samudera semakin pekat.

Boy merasakan napasnya tertahan. Alam di sekitarnya seperti ikut bergetar.

Lalu pria itu menggeram rendah.

"Anak itu… tubuhnya sudah mulai menyatu dengan elemen."

Ia menarik napas panjang.

"Baiklah. Kalau kau mau mengetahui kebenaran… kau harus bertahan hidup dulu."

Pertarungan pun dimulai.

Pemimpin Naga Samudera melesat maju, kecepatan mengerikan. Dalam sekejap ia sudah berada tepat di depan Boy.

WHUUSS!

Pukulan besar meluncur seperti meteor.

Boy melompat ke samping.

DUMMM!

Tanah tempat ia berdiri hancur berlubang.

"Terlambat!" Pemimpin itu berputar, menendang.

Boy mengangkat tangan menahan.

BRAAKK!

Tubuh Boy terpental, melayang seperti boneka.

"BOY!" Sita menjerit.

Tapi sebelum ia jatuh menghantam pohon, Boy memutar tubuh mengikuti angin, seolah tubuhnya ringan seperti helai daun—dan mendarat sempurna.

Teman-temannya ternganga.

"A-apa itu tadi?" Badu hampir tidak percaya. "Gerakannya… seperti angin."

Boy sendiri terkejut atas refleksnya. Aku tidak pernah belajar itu…

Pemimpin Naga Samudera tersenyum puas. "Sudah kubilang. Kekuatannya mulai bangun."

Ia menjejak tanah dan melompat tinggi. Angin hitam mengepul dari tubuhnya.

"Hancurr!!"

Ia meninju Boy dari atas.

Namun tiba-tiba…

FWOOSH!

Angin putih berputar dari telapak kaki Boy. Tubuhnya melesat ke samping seperti panah.

Pukulan itu menghantam batu besar di belakangnya, memecahkannya jadi serpihan.

Jaya, yang kini berdiri sambil terengah, berkata, "Itu… itu teknik menghindar tingkat tinggi! Boy bahkan belum diajari Master Raga sejauh itu!"

Badu mengangguk. "Kekuatannya aktif sendiri…"

Boy berdiri, mencoba mengendalikan napasnya. Angin kecil berputar di sekeliling kakinya, seperti merespon emosinya.

"Aku gak tahu apa yang terjadi… tapi aku tidak akan kabur!" Boy menjerit.

Pemimpin Naga Samudera turun dengan elegan. "Hmph. Baik. Tunjukkan padaku kekuatanmu, pewaris Petarung Angin!"

Ia menyerang lagi, lebih cepat.

Boy mencoba mengimbangi. Pertarungan mereka menjadi rentetan gerakan cepat yang bahkan mata teman-temannya sulit ikuti. Pukulan beradu dengan pukulan, angin putih melawan angin hitam.

DUMM! DUARR! CRASSS!

Batu pecah, tanah naik, ranting pohon bertebangan.

Boy menangkis, menghindar, dan kadang terpukul mundur. Namun ia tidak menyerah.

"Ayo, Boy!" Danu berteriak.

"Kamu bisa!" Sita menambah.

"Aku percaya kamu!" Rani berseru.

Jeritan itu memberi Boy kekuatan.

Ketika pemimpin itu menghantam dengan tinju raksasa, Boy menangkis dengan kedua tangan. Energi putih muncul, mengalir dari bahunya ke lengan.

DUAARR!

Keduanya terpental ke belakang.

Pemimpin Naga Samudera memandang tangannya yang bergetar. "Hoh… kekuatanmu sudah mulai berbentuk."

Boy berdiri sambil terengah, tapi sorot matanya penuh tekad.

Aku tidak akan kalah.

Aku tidak akan biarkan mereka terluka.

Aku… harus melindungi mereka.

Pemimpin itu mulai kehilangan kesabaran. "Baiklah. Kalau begitu… kita akhiri."

Ia membuka kedua lengannya.

Angin hitam berputar seperti badai. Pohon-pohon bergoyang, tanah bergeletar.

Jaya menjerit, "Semua mundur!! Itu teknik penghancur!!"

Boy merasakan kakinya gemetar… tapi ia tidak mundur.

Angin putih tiba-tiba muncul lebih kuat dari sebelumnya, berputar di sekeliling tubuhnya.

Tolong… bantu aku… batin Boy, entah kepada siapa.

Tiba-tiba ada suara dalam hatinya.

Angin hanya mendengar orang yang hatinya ingin melindungi, bukan menghancurkan.

Boy membuka matanya…

Dan seluruh tubuhnya memercik cahaya putih.

"APA?!" Pemimpin Naga Samudera terkejut.

Boy melangkah maju. Angin putih berputar di kaki, tangan, bahkan rambutnya.

Dalam satu helaan napas…

Boy melesat maju—lebih cepat dari sebelumnya.

FWOOSH!

Ia muncul tepat di depan pemimpin itu sebelum gelombang angin hitam dilepas.

"HAAAAAAH!!"

Boy memukul dengan seluruh tenaga hatinya.

BRAGGGGGGGGG!

Benturan besar terjadi. Hutan seperti gemetar. Cahaya putih dan hitam meledak bersamaan.

Semua terhempas.

Ketika debu menghilang…

Boy berlutut, kelelahan, namun berdiri tegak perlahan.

Di depan sana, pemimpin Naga Samudera tersungkur, terengah-engah, satu lutut menyentuh tanah.

"Itu… pukulan Petarung Angin…" gumamnya lirih. "Bagaimana… bocah sepertimu…"

Ia mencoba berdiri, namun tubuhnya goyah.

"Ini belum selesai, Boy!" teriaknya dengan suara parau. "Aku belum kalah!"

Namun sebelum ia bisa bangkit…

Sesuatu dari dalam kuil bergerak. Bayangan besar melayang di dinding.

Semua terdiam.

Pemimpin Naga Samudera membelalak ketakutan.

"Ti… tidak… dia sudah bangun?! Tidak mungkin!"

Boy menatap kuil gelap itu.

"Siapa… atau apa itu?"

Pemimpin itu tampak panik untuk pertama kalinya.

"Itu… sumber kekuatan kami. Penguasa Bayangan. Sesuatu yang tidak boleh kau hadapi!"

Hutan terasa semakin dingin.

Bayangan itu bergerak lagi.

Dan dari dalam kegelapan kuil, terdengar suara berat…

"Boy…"

Langkah kaki menghentak…

Aroma gelap keluar…

Dunia seperti menahan napas.

"Akhirnya… kau datang."

More Chapters